Tarik-Menarik Penerapan “Full Day School” oleh NU dan Muhammadiyah
My24hours.net, Indonesia – Penerapan full day school (FDS) menjadi polemik. Tarik-menarik pun terjadi hingga ke ranah organisasi masyarakat. Kedua belah pihak yang pro dan kontra mengemukakan alasannya.
FDS merupakan kebijakan penerapan waktu delapan jam belajar dalam lima hari sekolah yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Muhadjir Effendy.
Kebijakan yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 tersebut ditolak oleh sebagian masyarakat khususnya warga Nahdliyin karena dinilai dapat mematikan pendidikan nonformal seperti Madrasah Diniyah yang dikelola oleh mereka.
Dalam surat instruksinya tertanggal 7 Agustus 2017, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 sama sekali tidak menyinggung secara serius implementasi Penguatan Pendidikan Karakter sebagaimana yang dikampanyekan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Surat PBNU tersebut juga mengatakan kebijakan sekolah lima hari/delapan jam belajar akan menggerus eksistensi Madrasah Diniyah yang diangap sebagai tulang punggung untuk membentengi persemaian paham dan gerakan radikalisme.
PBNU juga mengistruksikan kepada seluruh pengurus dan struktur NU untuk melakukan aksi dan menyatakan sikap menolak Permendikbud Nomor 23 tahun 2017, mendesak pemerintah di masing-masing tingkatan untuk menolak permen tersebut, dan melakukan upaya-upaya lainnya.
Seperti yang dilansir situs resmi NU, Senin (7/8/2017) kaum Nahdliyin bersiap menggelar aksi protes tolak FDS. Jika aturan sekolah selama 8 jam 5 tersebut tidak benar-benar dicabut, mereka mengaku siap memobilisasi massa ke Jakarta. Selain itu mereka berencana melakukan uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merupakan partai yang berada dalam naungan NU sempat mengancam untuk tidak mencapreskan Presiden Jokowi pada 2019 jika menyetujui kebijakan ini.
Sementara itu warga Muhammadiyah mendukung kebijakan full day school tersebut dan menganggap kebijakan tersebut bermanfaat karena bentuk penguatan pendidikan karakter siswa.
“Muhammadiyah ikut mendukung sepenuhnya penguatan pendidikan karakter,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir seperti dilansir CNN Indonesia Selasa (20/7/2017) yang mengutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Haedar mengatakan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah mengkaji kebijakan ini melalui Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah. Hasilnya disimpulkan bahwa Mendikbud dinilai berada di jalur yang tepat dan melaksanakan kebijakan Presiden tentang penguatan pendidikan karakter.
Ia menegaskan program tersebut juga tidak akan berdampak pada keberadaan Madrasah Diniyah atau program pendidikan agama di luar sekolah. Muhammadiyah menurutnya juga punya cukup banyak Madrasah Diniyah namun tidak khawatir pada kebijakan tersebut.
Sikap Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga didukung oleh Angkatan Muda Muhammadiyah yang menyatakan sikap pada Rabu (9/8/2017) di Jalan Menteng Raya 62, Jakarta Pusat.
Di antara pernyataan sikap tersebut yaitu, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang hari sekolah sama sekali tidak ada di dalamnya kepentingan Muhammadiyah, selalu mendukung setiap kebijakan yang dinilai baik dan bermanfaat bagi masyarakat luas, dan menghimbau warga Muhammadiyah untuk menanggapi persoalan ini dengan kepala dingin.
Kabar terakhir menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa untuk saat ini tidak ada keharusan untuk full day school.
“Begini, jadi perlu saya tegaskan, perlu saya sampaikan bahwa tidak ada keharusan untuk lima hari sekolah ya, jadi tidak ada keharusan full day school,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakata Pusat, Kamis (10/8/2017).
Menurut Presiden kini pemerintah sedang menyusun Pepres tentang Program Pendidikan Karakter untuk mengganti Permendikbud yang sebelumnya juga mengatur hal yang serupa.[MY24]
Kategori: Berita,Nasional
Kata kunci: Indonesia, Pendidikan
Penulis: