Bunda, Ini 5 Cara Mencegah Anak Jadi Pelaku Perundung (Bullying)

My24hours.net, Indonesia – Menjadi pelaku perundung ataubullying dari seseorang merupakan sebuah mimpi buruk setiap anak.

Pelaku perundung bisa jadi merupakan korban dari pelaku perundung lainnya.
Foto: Youtube

Tidak ada yang suka menjadi sasaran semua lelucon atau menjadi sasaran pukulan layaknya sebagai karung tinju. Sebagai orang tua, semua hal itu juga tidak Anda inginkan terjadi kepada anak Anda.

Namun, yang mengejutkan adalah justru mengetahui bahwa anak Anda yang lugu telah berubah menjadi anak milenial yang kejam.

“Anak-anak umumnya tidak terlahir sebagai perundung. Mereka memiliki masalah sendiri,” kata Dr. Vanessa von Auer, seorang psikolog klinis dan direktur VA Psychology Center Sinagpura. “Alasan utama mengapa anak-anak menggertak adalah karena mereka ingin memegang kendali dan merasa kuat atas seorang korban.”

Menurut Dr. von Auer, yang mengadakan lokakarya reguler tentang topik perundungan, kebutuhan pelaku perundung akan kekuasaan dan kontrol mungkin merupakan akibat dari hal berikut:

– Berasal dari keluarga yang tidak stabil, tidak berfungsi, atau kasar.
– Merasa tidak dicintai atau tidak penting, dan merasa bodoh atau seperti gagal
– Diri mereka sendiri telah menjadi korban perundungan.
– Menderita kesulitan belajar atau kelainan perilaku seperti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Attention Deficit Hyperactivity Disorder – ADHD), gangguan pertentangan oposisi (Oppositional Defiance Disorder – ODD) dan sebagainya.

Karena itu, pelaku perundung juga perlu bantuan. Jika Anda mencurigai anak Anda adalah seorang pengganggu, perhatikan ciri-ciri berikut: Bertindak impulsif, membantah dan menentang otoritas, tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka, bereaksi secara fisik ketika marah, memiliki barang-barang yang bukan milik mereka dan berteman dengan perundung lainnya.

Bertentangan dengan kepercayaan populer, perudungan tidak dimulai dan berakhir pada masa kanak-kanak. Seiring bertambahnya usia pelaku perundung, hal itu dapat berubah menjadi tindakan pelecehan seksual, agresi, atau penindasan di dunia maya. Jika anak Anda yang manis dan hati telah menjadi penyiksa di dalam kelas, Dr. von Auer menyarankan lima cara untuk mengatasi masalah sejak awal.

Berikut 5 Cara Mencegah Anak Jadi Pelaku Perundung

1. Mendidik si Perundung

Memberi pendidik kepada pelaku perundung mengenai apa itu merundung (bullying). Memberi pendidikan bagaimana perasaan dan konsekuensi yang mungkin terjadi sebagai akibat merundung. Beberapa anak mungkin tidak sepenuhnya memahami betapa merugikan dan menyakitkan tindakan mereka sebenarnya. Mereka mungkin merasa bahwa anak lain “membuat mereka marah” dan merasa bahwa itu dapat diterima untuk bereaksi.

2. Menyelidiki

Menyelidiki apa yang mungkin memicu kecenderungan perlakukan merundung anak Anda. Apakah dia ditindas oleh orang lain, atau apakah Anda sebagai orang tua terlalu mengkritiknya dan membandingkannya dengan saudara-saudaranya, membuatnya merasa tidak dicintai dan tidak penting? Anak juga mungkin berkelakukan seperti itu karena dia tidak berprestasi secara akademis dan merasa gagal.

3. Beri Dukungan

Beri dukungan dengan mengurangi beberapa frustrasi dari pelaku perundung atau menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Jika perilaku merundungnya serius maka Anda mungkin perlu mencari konseling untuk anak Anda.

4. Terapkan Konsekuensi

Terapkan konsekuensi konsisten untuk semua perilaku merundung. Perundungan tidak dapat diterima dan jika tetap tidak dikoreksi, pelaku perundung dapat berkembang menjadi individu yang tidak stabil dan tidak berfungsi. Pastikan bahwa Anda menetapkan batasan dan konsekuensi dan menindaklanjutinya setiap kali anak Anda telah menggertak seseorang – apakah itu terjadi di rumah atau di sekolah.

5. Membuka Komunikasi

Tetap membuka jalur komunikasi dan pastikan anak Anda tahu bahwa meskipun konsekuensinya akan diterapkan, Anda akan tetap mencintainya. Para perundung perlu tahu bahwa konsekuensi ditetapkan untuk membantu mereka menjadi anggota masyarakat arus utama yang sesuai secara sosial dan diterima. Dengan demikian, konsekuensi tersebut merupakan momen pembelajaran dan bukan mengambil cinta orang tua.[MY24]

Sumber: Smart Parents

BAGIKAN ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA:

Kategori: Gaya Hidup
Kata kunci: , ,
Penulis:
id_IDBahasa Indonesia