Waspada, Tekanan Darah Tinggi Bisa Sebabkan Kepikunan

My24hours.net, Amerika Serikat – Tahukah Anda bahwa tekanan darah tinggi bisa merusak fungsi kognitif otak secara ringan dan menyebabkan kepikunan?

Tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan munculnya kepikunan.
Tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan munculnya kepikunan.

Ketika Anda memikirkan efek dari tekanan darah tinggi (hipertensi), Anda mungkin berpikir tentang serangan jantung dan strok. Banyak pasien dengan tekanan darah tinggi menderita penyakit arteri koroner atau gagal jantung, dan banyak yang meninggal karenanya.

Tetapi sesungguhnya semua bagian tubuh bergantung pada sirkulasi darah, dan banyak organ tubuh yang menderita akibat hipertensi yang tidak diobati. Salah satu organ yang paling berisiko adalah otak.

Tekanan darah tinggi terkait ingatan yang pendek

Berbagai penyakit dan obat-obatan dapat menyebabkan kehilangan ingatan. Dan saat penelitian terus berlangsung, semakin jelas bahwa tekanan darah tinggi memengaruhi penuaan otak.

Kerusakan kognitif ringan pada otak bisa menjadi masalah, tetapi biasanya cukup mudah ditangani. Tapi kehilangan ingatan yang parah adalah bencana. Hal itu menyebabkan gangguan yang parah pada memori, penalaran, dan penilaian seseorang.

Detailnya beragam dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Tetapi beratnya bukti yang ada sekarang menunjukkan bahwa hipertensi meningkatkan risiko kerusakan kognitif ringan, sejenis demensia (pernurunan fungsi otak, contohnya kepikunan) yang disebut demensia vaskular, dan bahkan penyakit Alzheimer.

Baik tekanan sistolik tinggi (angka atas tekanan darah) dan tekanan diastolik (angka bawah) yang tinggi menimbulkan akibatnya. Secara umum, semakin tinggi tekanan darah dan semakin lama tanpa perawatan, semakin besar risikonya.

Sebagian besar penyelidikan berfokus pada orang dewasa yang lebih berusia lanjut. Sebagai contoh, sebuah penelitian terhadap 2.505 pria yang berusia antara 71 dan 93 menemukan bahwa pria dengan tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih tinggi 77 persen lebih mungkin mengalami demensia dibandingkan pria dengan tekanan sistolik di bawah 120 mm Hg.

Dan sebuah penelitian yang mengevaluasi tekanan darah dan fungsi kognitif pada orang antara usia 18 dan 46 serta antara 47 dan 83 menemukan bahwa pada kedua kelompok usia tekanan sistolik dan diastolik yang tinggi dikaitkan dengan penurunan kognitif dari waktu ke waktu.

Mengobati tekanan darah tinggi bisa cegah demensia?

Kerusakan dan kecacatan yang disebabkan oleh demensia (cth. kepikunan) tidak dapat dikembalikan. Untuk itu pencegahan menjadi penting dua kali lipat.

Apakah mengobati hipertensi bisa membantu mencegah demensia? Bisa. Berikut beberapa buktinya:

Para ilmuwan Eropa melaporkan bahwa terapi jangka panjang untuk hipertensi mengurangi risiko demensia hingga 55 persen.

Sebuah penelitian di Amerika menghubungkan terapi tersebut dengan penurunan risiko 38 persen lebih rendah.

Penelitian lainnya melaporkan bahwa setiap tahun terapi hipertensi dikaitkan dengan penurunan 6 persen dalam risiko demensia.

Sebuah studi tentang pria dan wanita Amerika yang telah melakukan terapi tersebut terdeteksi mengalami pengurangan 36 persen dalam risiko penyakit Alzheimer. Dalam penelitian itu, jenis obat yang disebut diuretik tampaknya menjadi obat yang paling bermanfaat.

Sebuah tim peneliti dari Harvard dan Boston University melaporkan bahwa enam bulan pengobatan hipertensi benar-benar meningkatkan aliran darah ke otak.

Jangan pernah terlambat

Adalah hal yang baik untuk mengetahui bahwa mengontrol tekanan darah dapat mengurangi risiko disfungsi kognitif. Tapi bagaimana dengan orang yang sudah kehilangan ingatan yang ringan? Dapatkah mengobati hipertensi membantu mencegah kerusakan lebih lanjut?

Mungkin. Para ilmuwan Italia meneliti 80 pasien dengan disfungsi kognitif ringan. Selama periode dua tahun, orang-orang yang diberi obat untuk mengobati tekanan darah tinggi 80 persen lebih kecil kemungkinannya untuk berkembang menjadi Alzheimer penuh daripada pasien yang tidak diobati. Ini hanyalah satu penelitian, dan penelitian yang kecil. Tetapi semoga penelitian tambahan akan mendukung temuan itu.[MY24]

Sumber: Harvard Medical School: health.harvard.edu

BAGIKAN ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA:

Kategori: Kesehatan
Kata kunci:
Penulis:
id_IDBahasa Indonesia