Ini Senjata Baru Tiongkok untuk Perang Ekonomi dan Politik
My24hours.net, Tiongkok – Tiongkok memiliki cara baru untuk melakukan perang ekonomi terhadap negara-negara yang bersekutu dengan Amerika Serikat dalam bidang perdagangan

Melarang impor produk seperti seperti buah mangga, batu bara dan salmon telah lama menjadi cara Tiongkok untuk menghukum negara-negara yang menolak untuk mengikuti kebijakan politiknya.
Namun Tiongkok juga nampaknya mulai memperkenalkan senjata baru yang dapat menghukum negara lain dengan ekspor Tiongkok yang kini dianggap menguntungkan yaitu para wisatawan.
Sebagai bentuk perang enomoni, baru-baru ini Tiongkok memboikot Korea Selatan karena perisai anti-rudal AS di semenanjung Korea yang dianggapnya sebagai agresi untuk melemahkan otot ekonomi Korea Selatan, kata para analis.
Tiongkok telah melarang kelompok-kelompok tur Tiongkok pergi ke Korea Selatan, yang memukuli pasar wisata dan toko-toko bebas pajak dari raksasa ritel Lotte Group, yang telah menjadi target karena menyediakan lahan bagi sistem pertahanan anti-rudal tersebut.
Puluhan toko Lotte ditutup di tiongkok dan demonstrasi diadakan di seluruh negeri karena Beijing meningkatkan tekanan pada Seoul untuk meninggalkan sistem Terminal High-Altitude Area Defense (THAAD), yang dipandangnya sebagai ancaman terhadap kemampuan militer Tiongkok sendiri.
Lotte juga mengalami kemunduran dalam beberapa usaha di Tiongkok – dari penghentian proyek taman tema senilai $ 2,6 miliar yang diperintahkan pemerintah Tiongkok hingga serangan siber yang nyata di situs web perusahaannya.
“Jika Anda tidak melakukan apa yang diharapkan oleh pemimpin politik Beijing, mereka akan menghukum Anda secara ekonomi,” kata Shaun Rein, pendiri China Market Research Group yang berbasis di Shanghai, seperti yang dilansir AFP, Minggu (21/5/2017).
“Mereka menempatkan ekonomi pada politisi di seluruh dunia. Mereka telah melakukannya selama bertahun-tahun dan berhasil.”
Operator tur yang berbasis di Korea, Korea-China International Tourism telah melaporkan penurunan wisatawan sebesar 85 persen dalam beberapa bulan terakhir, yang oleh para pendirinya mengaitkan kemarahan Tiongkok terhadap THAAD.
Perusahaan tersebut biasanya menerima 4.000 pengunjung Tiongkok setiap bulannya, namun telah turun menjadi sekitar 500 setelah Beijing memperingatkan para wisatawan tentang risiko bepergian ke Korea Selatan, dan memerintahkan operator tur Tiongkok untuk menghentikan pengiriman kelompok tur ke sana.
Sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dan pedagang terbesar, Tiongkok juga dapat menimbulkan kerugian bagi negara-negara penentangnya dengan menghalangi impor tertentu.
Norwegia mendapat pelajaran pahit setelah Komite Penghargaan Nobel yang berbasis di Oslo memberikan Hadiah Perdamaian 2010 kepada aktivis Tiongkok Liu Xiaobo yang dipenjara, Tiongkok menghentikan ekspor ikan salmon ke Norwegia.
Hubungan baru kembali normal pada bulan April setelah Oslo menjanjikan komitmennya terhadap kebijakan satu Tiongkok dan menghormati integritas teritorial Tiongkok.
Mongolia juga menimbulkan kemarahan Tiongkok pada bulan November saat mengizinkan pemimpin spiritual Tibet Dalai Lama, yang dianggap Tiongkok sebagai separatis, untuk mengunjungi negara yang terkurung daratan tersebut.
Setelah kunjungan Dalai Lama tersebut, diberitakan Tiongkok melakukan tindakan hukuman menentang Mongolia, termasuk menghentikan truk yang membawa batu bara dari perbatasan Tiongkok – sebuah langkah yang berdampak berat bagi pertambangan Mongolia.
Pariwisata ke Taiwan juga telah menurun tajam saat hubungan dengan Tiongkok semakin memburuk.
Asosiasi Hotel Taipei melaporkan penurunan pengunjung Tiongkok hingga 50 persen dalam beberapa bulan terakhir dan memperingatkan “situasinya bisa memburuk”.
“Saya telah diberitahu oleh teman-teman untuk tidak mengunjungi Taiwan karena situasi persimpangan selat sangat tegang tapi saya hanyalah warga biasa sehingga saya tidak terlalu khawatir akan hal itu,” kata seorang pria Tinongkok berusia 58 tahun bernama Liu mengatakan di sebuah toko bebas pajak di Taipei.
Namun, negara-negara yang tunduk pada tuntutan Tiongkok, mendapatkan imbalan sebagai gantinya.
Larangan terhadap 27 perusahaan ekspor buah tropis Filipina dicabut setelah Presiden Rodrigo Duterte mendeklarasikan “pemisahannya” dari Amerika Serikat saat berkunjung ke Beijing pada bulan Oktober, yang mengonfirmasi keberpihakannya terhadap Tiongkok.
Sanksi yang dijatuhkan Tiongkok tersebut dimaksudkan untuk menghukum Manila karena pendiriannya terhadap Laut China Selatan.
Korea Selatan akan mengharapkan hasil yang sama setelah Presiden baru Moon Jae-In mengirim utusan Lee Hae-Chan ke Tiongkok setelah kemenangan pemilihannya pekan lalu, dalam upaya nyata memperbaiki hubungan dengan Beijing.
“Hal ini semacam kebijakan ‘wortel dan tongkat’ (hukuman dan hadiah). Mereka (Tiongkok) melakukannya untuk menunjukkan bahwa sekarang mereka memiliki lebih banyak pengaruh dan mengirim sebuah isyarat,” kata Jean-Pierre Cabestan, seorang profesor ilmu politik di Hong Kong Baptist University.
“Ironisnya, Tiongkok telah mengkritik cara melakukan sesuatu seperti itu tapi sekarang Tiongkok tidak ragu sedikipun untuk melakukan hal yang sama karena ia lebih kuat dan merasa bisa melakukannya.”
Para analis memperkirakan Tiongkok menjadi lebih menunjukkan kepercayaan dirinya karena berusaha mengisi kekosongan yang diciptakan oleh penarikan diri AS menjadi kebijakan “America First” yang dipromosikan oleh Presiden Donald Trump.
“Negara-negara kecil (di Asia) tidak merasa bahwa Trump akan mendukung mereka,” kata Shaun Rein.
Namun, dalam kasus Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia, dalam perang ekonomi Beijing telah berhati-hati untuk menargetkan sektor tertentu untuk menghindari gangguan yang bisa menjadi bumerang bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok.[MY24]
Kategori: Internasional
Kata kunci: Tiongkok
Penulis: